Berbaris dalam Dakwah, Berpeluk dalam Ukhuwah
“Dakwah itu menyampaikan, dan perubahan adalah hal yang menjadi hak Allah. Dakwah itu tentang rasa sayang yang dibungkus keikhlasan, memilih kata dan cara terbaik lalu bertawakal. Dakwah itu mengingatkan dengan niatan yang tulus, setelahnya tak perlu direpotkan dengan reaksi dan respons. Sungguh, para nabi pun kadang dibela, tetapi lebih sering dicela, malah mendapatkan siksa lebih sering daripada disambut mesra. Sungguh, dakwah itu sulit dan memerlukan kesabaran. Karenanya, siapa pun yang berada di atasnya pasti akan mendapatkan balasan dari Allah ‘Azza wa Jalla tanpa cela. Karena dakwah itu cinta, maka ia harus dipastikan hanya karena Allah Ta’ala semata.” (Hal. 63)
Dewasa ini, tantangan dakwah terasa semakin besar dan berat. Bukan karena objek dakwahnya yang semakin banyak, akan tetapi perkembangan pergerakan dakwah (harakah) yang semakin marak dan melekat. Setiap orang memiliki harakah masing-masing dan tiap institusi tersebut memiliki fokus pergerakannya sendiri. Ada yang fokus pada permasalahan ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya.
“Bukankah sebagian dari kita memilih tema khilafah sebagai jawaban final atas berbagai persoalan umat? Bukankah sebagian dari kita memilih tema sunnah dan bi’dah sebagai hal yang terus diulang untuk menyadarkan ummat? Bukankah sebagian dari kita memilih tema fadhilah amal sebagai hal yang harus ditekankan di tiap perjalanan dakwah 4 bulanan? Dan bukankah sebagian dari kita memilih tema Rukun Iman, Rukun Islam, dan Rukun Tetangga yang berupa Yasinan, Tahlilan, hingga Manaqiban dalam menjaga harmoni ummat?” (hal. 173)
Islam yang diturunkan oleh Allah adalah agama yang sempurna. Namun, yang memeluk Islam tetap saja manusia. Sebagai manusia yang memiliki pandangan yang berbeda-beda, tentu ada perbedaan dalam memahami dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan memang Islam sendiri memberikan ruang bagi perbedaan untuk memudahkan ummatnya, ruang gerak agar setiap Muslim dapat memiliki pilihan-pilihan dalam hukum pada situasi-situasi tertentu. Disinilah letak “perbedaan adalah rahmat” tersebut.
“Yang perlu kita ketahui, pada awalnya gerakan atau harakah dakwah ini semuanya ditujukan demi kebaikan ummat, terlepas dari kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Tidak ada satu pun harakah Islam yang dibangun karena menginginkan kerusakan pada ummat, kecuali sebagian kecil. Sedangkan yang banyak, harakah itu dibangun untuk menyelesaikan masalah ummat, mengembalikan kembali kaum muslimin dalam kondisinya yang ideal, membangkitkan kaum muslimin dari keterpurukan.” (hal. 36)
Hal itulah yang ingin disampaikan oleh Salim A. Fillah dan Felix Y. Siauw, duo penulis inspiratif yang berduet dalam menuliskan buku ini. Berbeda dari buku-buku lainnya, karena kedua penulis ini berasal dari dua harakah yang berbeda. Kita akan dapat mengetahui bagaimana pandangan mereka masing-masing tentang dakwah dan cara mereka menyelaraskan visi-misi dalam menyampaikan kebaikan.
Salim A. Fillah banyak menyampaikan fadhilah (keutamaan) berdakwah, yakni bagaimana seharusnya dakwah disampaikan; dengan tutur kata yang lembut, sifat yang merangkul, dan ukhuwah yang terajut. Sementara Felix berpesan untuk saling merapatkan shaff (barisan) karena sesungguhnya tujuan akhir kita sama: Surga ‘Adn yang dijanjikan oleh Allah Swt. Buku ini cocok untuk para aktivis dakwah dan orang-orang yang tertarik mendalami Islam. Karena buku ini akan membuka pandangan kita bahwa Islam memang indah, perbedaan hendaklah bukan dijadikan sebagai pemecah ummat, akan tetapi sebagai rahmat dari Yang Maha Kuasa.
“Jalan ini penuh ujian dan kadang ada pujian, tetapi kesemuanya menjadi samar dan tak begitu penting bila sudah Allah yang menjadi tujuan. Jalan ini memang penuh pengorbanan, tetapi akan terasa nikmat dan manis karena ia menjadi ibadah. Mengapa engkau tak mengiringiku di jalan ini? Agar karunia di jalan ini bisa kita bagi dua?” pesan Felix Y. Siauw di akhir tulisannya (hal. 65)